Kisi-kisi Akuntansi
HOOPPPP…!! Saya menarik Friska, mencegah badannya terjatuh. Friska yang
merasa oleng sesegera mungkin berusaha untuk mengendalikan dirinya sendiri. Dan
berhasil berdiri setelah beberapa detik kemudian. Namun, entah mengapa, secara reflex
saya juga masih menjaga Friska dari kemungkinan dia terjatuh lagi.
Sebelum Friska mencoba menyela tanganku, aku sempat berfikir… astaga..
apa yang kulakukan saat ini? Mungkinkah Friska berfikir buruk soal ini? Atau
dia malah kagum dengan saya karena telah menolongnya?
Beberapa pertanyaan terlontar dari hatiku yang masih kebingungan saat
ini. Friska pun terdiam sesaat, kami bertatapan satu sama lain hingga akhirnya
kami menyadari status kami.
" Lain kali hati-hati dong." Kataku sinis.
" kamu jangan pegang-pegang aku ya," Friska pun cepat-cepat
menuju kantin. Mukaku kesal namun hatiku tersenyum dengan sendirinya.
Wahhh.. cewek apaan dia? Sudah di tolong, bukannya bilang terima kasih
malah langsung marah-marah. Andai saya tau dia begini, saya tak akan sudi
menolongnya." Pikirku dalam hati.
" KAMU tadi dari mana Ian?" Tanya Raihan ketika mendapatkan
tempat yang pas di dalam angkot.
Saya langsung duduk di sampingnya dan langsung membersihkan ujung
celanaku yang terkena debu ketika naik tadi. "Kemana kapan?" tanyaku.
"Tadi… Waktu abis stempel kuitansi SPP. Kamu hilang begitu saja.
"
Oh.. iyya, aku berfikir, kan tadi saya dari membelikan Bu Asni makanan
bareng Friska. "Ngg.. nggak ke mana-mana, ruang Fakultas tadi penuh, jadi
agak lama ngantri di situ. Aku pun mengibaskan tangan ke pundak Raihan, mencoba
mengatakan kalau nggak ada apa-apa.
" Saya pikir kamu menyembunyikan sesuatu dari saya. Iyya kan..??
ayo.. kasitau saja lah. Kamu tadi dari mana. Tadi siang kamu kenapa."
Raihan menatapku dengan serius.
"Ya ampunn….!! Tidak kemana-mana kok Raihan."
Kupasang mimik dengan senyuman yang lebar berusaha memantra-mantrai
Raihan agar percaya dengan ucapanku tadi dan agar mau pindah dari pokok
pembahasan ini.
" Ayo Ian, pasti kamu mau menyembunyikan sesuatu, saya mau tau lah,
apa yang terjadi sama kamu." Please dong…!!"
"Eh Ihsan kemana ya, kok tidak bareng sama kita?"
" Aduh Ian, jangan mengubah topik pembicaraan ya."
Aku menghembuskan nafas panjang. Dan mencoba berfikir bagaimana caranya
kasih tau ke Raihan soal yang tadi. "oke… tadi siang…!!"iikkkk…
kikkkkk…!! Mobil tersentak dan bergerak oleng sambil pak sopir mengeram
mobilnya dengan mendadak. Klakson mobil di bunyikan dengan sangat keras,
pertanda kalau sopirnya lagi kesal. Saya dan Raihan terbanting ke depan begitupun
dengan penumpang yang lain. Ketika angkot yang kunaiki ingin berbelok ke kiri,
sebuah sedan merah menyerobot cepat. Hampir menabrak pembatas jalan. Mobil
berhenti dan orang yang mengendarai sedan itu malah mengacungkan jari tengah.
Kemudian mobil itu melaju cepat meninggalkan angkot. Secara spontan, sang
sopirpun marah-marah dan mengeluarkan kata-kata yang kotor yang tak dapat
dicuci lagi.
" Ya.. ampun, siapa yang mengendarai mobil seperti itu?" Kata
Raihan ikut-ikutan kesal. Kemudian berusaha melihat dengan jelas mobil sedan
merah itu. Aku mencoba duduk tegak, dan berusaha melihat mobil yang menyerobot
tadi. Itu mobilnya Friska Cs. Saya hafal dengan dua angka terakhir dari
platnya. Juga dengan stiker-stiker norak yang tertempel di body kiri dan kanan
mobilnya.
" Eh Ian itu kan mobilnya Friska dan kawan-kawan! Kurang ajar
sekali mereka." Raihan menunjuk-nunjuk dan tangannya mengepal memukul
tangan yang satunya.
"Yup, betul sekali Han." Gumamku dengan sangat yakin.
Semua orang dalam angkot itu melihat mobil yang mulai menghilang di
perempatan tadi, hingga semua orang mulai reda akan kemarahannya dan
mengata-ngatai pengemudi dalam hati.
" Ya ampun, dasar mereka itu, mengemudi dengan tidak benar.
Bisa-bisa mereka di tangkap sama polantas baru mereka sadar." Seru Raihan
dengan kesal.
Aku hanya tersenyum diam menatap kemarahan orang-orang.
"Oke kita lanjut lagi, sampi mana tadi?"
"Ng… kita tadi bicarakan Laptop." saya tersenyum,
berbohong, semoga Raihan lupa dengan pembicaraan tadi dan tidak melanjutkan
ceritanya.
"Ng… katanya di pameran di luar kota ada Laptop yang sangat
murah, bagus dan masih baru lagi, murah kan? Saya mau beli yang itu."
"Eitt.. eitt…!! Tunggu.. kamu jangan coba-coba bohongin saya deh.
Saya ingat, yang kita bicarakan tadi soal kamu ketika istirahat tadi kan.
Kemana saja kamu.? Ayo, lanjutkan cerita yang tadi."
"Saya pun lagi-lagi menghembuskan nafas yang sangat panjang.
"Ya, ya.. siang tadi saya memang sedang ke fakultas untuk minta stempel di
balngko SPP saya. Tapi ternyata untuk semeseter 4, stempelnya di ruang jurusan,
bukan di fakultas. Dan….. saya ketemu dengan friska ketika sampe di ruangan bu
Asni.
"terus… terus?"
"Ya… saya dan Friska berdiri berdua di depan meja bu Asni. Minta
tanda bukti ikut ujian semester genap besok."
"Ha…..??" Raihan melongo. "kkk.. kalian berdiri
berdua..?? kamu di ejek tidak?"
"Tidak, Friska lebih banyak diam daripada bicara."
Raihan mengangguk-angguk. "Terus?"
"Terus, ya begitu deh, tak ada yang aneh kok. Biasa saja.."
Aku menjatuhkan badan di atas kasur. Kipas angin kecil yang berputar di
atas meja belajarku memberikan sedikit kesejukan walaupun tak memberi pengaruh
banyak. Suara kicau bururng-burung terdengar yang sedang mencari makan di atas
genteng rumahku. Memang kedengaran berisik tidak menentu, namun terdengar damai
juga rupanya.
Ooohhh… sungguh indah hari ini..
Braakkkk…
Cika tiba-tiba menggebrak pintu dan berlari membawa laptopnya.
Sebuah kardus kecil pun berada tepat di atas laptopnya.
"Kak Ian… saya bawa Modem baru ni."
Saya pun bangkit dan heran dengan maksudnya. " Apaan sih, bikin
kaget saja."
"Ini, Om Emil tadi kasih saya modem ini, buat di colokin di laptop
saya. Jadinya, sebentar bisa main angry bird online di facebook. Hihihih….
Akhirnya."
"Jadi dari dulu laptop kamu belum bisa main internet?"
"terus sekarang…??"
"Ya, sudah bisalah kak, kan sudah ada modemnya. Bagaimana nih kak
Ian."
Cika mulai membuka bungkusan kardus kecil persegi tersebut, dan
mengambil modem itu yang ternyata bentuknya hampir mirip dengan Flashdisk. Cika
pun mulai mencolokkan modem tersebut ke laptopnya dan mulai
mengotak-atiknya.
"ahaa.. berhasil.."
Cika langsung membuka facebook dan twitternya.
Tiba-tiba, dia langsung membuka situs resmi kampusku.
"Heh.. kenapa buka-buka situs kampusku. Hayooo…!"
"nggak papa lah.. siapa tau foto kak ihsan ada di situ."
Cika kembali mengutak atik laptopnya, dan menunggu loadingnya di
website kampusku. "Eh, kamu dapat dari mana website kampus saya?"
" Itu, di surat pemberitahuan ujian kak Ian. Di bagian paling bawah
ada alamat dan websitenya tertulis."
Loading selesai, tiba-tiba di layar, muncul lima lelaki geng COKER SABAD
sedang bergaya. Gaya yang aneh, namun mengapa di letakkan di page pertama di
situs ini?
Cika mengangkat telunjuknya dan melihat satu persatu wajah ke lima cowok
tersebut. "tak ada yang cakep, kak Ihsan itu yang mana?"
"Aduh,.. Ihsan mana ada di kelompok seperti ini? Cuma cowok yang
pintar saja yang ada di sini. Dia itu punya kelompok sendiri bersama saya dan
Raihan."
"ooo, begitu.." Cika kemudian melanjutkan mengklik icon click
here. Ikon yang di letakkan di pojok bagian kiri layar, ukurannya kecil dan
hampir tidak kelihatan.
Kurang ajar memang nih, si COKER SABAD, masa mau buka website kampus
sendiri akses masuknya serumit ini. Dan terlebih lagi foto mereka yag jadi
headlinenya.
Dasar!
Pada tampilan selanjutnya, ada peta kampusku. Yang suasana gedung dan
daerahnya menyerupai suasana timur tengah, yahh.. kayak mesir begitu lah, ada
juga kayak romawi kuno. Hhmmm… a creative idea menurutku. Cuma sayang,
ketika situs ini di lombakan. Tidak menang sama sekali.
Bagaimana mau menang kalau tampilan pertamanya saja, foto mereka. Kalau
mau menang, yah pake foto KABEL saja, atau minimalnya pake foto saya sendiri
saja.
"Fakultas Ekonomi yang mana?" Cika menggerak-gerakkan kursor
ke seluruh gedung yang ada di layar. Kemudian membaca satu persatu keterangan
yang ada.
"Ng… yang ini." Aku menunjuk sebuah gedung yang berbentuk U d
pojok kanan. Cika langsung menyambar animasi gedung itu dan mengklik dengan
cepat gambarnya. Kemudian muncul beberapa pilihan kelas dan langsung mengklik
kelasku.
"Kamu tau dari mana kalau kelasku yang ini?" aku menepuk
bahunya pelan.
"Kak Ian kan selalu cerita kalau kelasnya di bagian situ. Bagaimana
nih kak Ian."
Kemudian, layar menampilkan foto kelas, dan itu foto kelasku. Cika
menggeser scroll ke bawah dan terlihatlah tiga puluh dua foto berbeda
teman-teman sekelasku.
"Nah, ini nih! Hihihi… " Cika mengklik gambar Ihsan, dan
muncullah foto Ihsan sendiri, beserta thumbnail kecil fotonya yang lain,
kemudian di samping foto itu terpampang juga biodata Ihsan.
Cika mendownload halaman itu. Kemudian, melompat senang ketika loading copynya
selesai.
"Hore.. hore!" Serunya tetap melompat-lompat di atas kasur.
"Hey, kok, senang segitunya? Biasa saja, deh!" Kataku
mengeluh.
"Ya jelas senang lah kak, akhrnya saya punya foto kak Ihsan.
Hihihi.. kalau minta sama kak Ian, lama sekali jadinya! Lihat nih, lewat internet
saja saya bisa dapat foto my idol dalam waktu lima menit. Hebat
kan?!"
Gedebug!
Cika jatuh dari atas kasur dan terpeleset seprei yang mulai keluar dari
pinggirannya, hingga kakinya terlilit karena melompat-lompat.
"Aaww…, sapa sih, yang simpan seprei di atas kasur?!
"Jadi, Kamu bermaksud cari kerja buat beli laptop?" Tanya
Ihsan, menyeruput Jus jeruknya dan melirik keluar, melihat lalu-lalang orang
yang pulang pergi dari kantin.
"Ngngng… tak usahlah kayaknya. memangnya kenapa harus beli laptop?"
nanti juga kalau sudah besar, kerja, aku pun bisa kok, punya laptop."
"Lho,? Pamerannya kan Cuma sampe akhir bulan depan saja. Kapan lagi
kamu bisa beli laptop?!"
"Taka apa lah San! Pameran elektroniknya di adakan tiap tahun. Tak
usah di pikirkan lagi."
"Yaahh.. padahal, saya sudah gunting buat kamu beberapa Koran yang
lagi cari karyawan."
"Hmm.. makasih, Brother, sorry ya! Kamu rajin banget nolongin saya.
Kalau saya sebenarnya tak apa-apa kalo sekarang tak punya laptop kayak
Cika. Tidak terlalu berpengaruh kok. Laptop Cuma kebutuhan tersier
saja." Saya tersenyum melihat Ihsan. "Sory yah, eh, gimana ujian
kamu?" tanyaku mengubah topic pembicaraan.
"Ya, ampun! Tegang sekali Ian. Ruangan saya di awasi sama Pegawai
jurusan yang sangar itu yang pernah kita ceritakan. Jadi, saya panas dingin.
Saya tak bisa nyontek si Puspa. Si puspa kan jago sekali Matematika. terus,
masa Cuma pulpen jatuh saja di liatin. Saya jadi deg-degan. Jadi, saya panas
dingin jadinya, Ihsan mencoba menceritakan pengalamannya penuh semangat.
Aku yang mendengarkan hanya tertawa kecil, juga mengangguk-angguk ketika
beberapa kejadian yang dia sebutkan terjadi pula di ruangan ujianku. Seperti
buku kehadiran yang harus di tanda tangani oleh mahasiswa. Nama ayah yang
menjadi salah satu permainan ejekan yang sering di mainkan teman-temanku
sekelas. Setiap mahasiswa di ketahui identitas ayahnya. Dan kalau ingin
mengejek seorang mahasiswa, tinggal menyebutkan nama ayah siswa tersebut.
Hhmm.. persis waktu SMA dulu.
Hehehe… sebenarnya tidak sopan!
Hari ini adalah hari pertama ujian semester empat untuk menentukan
kenaikan tingkat menuju semester lima. Mata kuliah yang di ujikan hari ini adalah Matematika dan akuntansi.
Sekarang sedang istrahat sebelum ujian akuntansi dilaksanakan.
"Heyy," seru Raihan, berlari di koridor. "saya dapat
kisi-kisi Akuntansi buat ujian sebentar!" Raihan menyambar kursi kosong di
sampingku, dan menunjukkan kertasnya sambil terengah-engah.
"Dapat dari mana?" Tanya Ihsan agak senang.
"Hosh.. hosh… dari kelas Akuntansi 3-4." Raihan menunjukkan
kertas itu kepada Ihsan.
Saya tidak tertarik dengan kisi-kisi soal ini. Saya tak bermasalah
dengan Akuntansi. Memang, Raihan dan Ihsan lemah dalam Akuntansi. Namun, mereka
kuat di Ekonomi. Kalau yang di tunjukkan Raihan sekarang adalah Ekonomi,
mungkin aku akan menyalin kisi-kisi itu untuk kuplejari di rumah.
"Eh, Ian, HP kamu banyak yang misscall dan sms tuh!" Seru
Raihan menoleh padaku.
"Oh, iyya. Handphoneku sedang dipinjam Hesti, karena ada
radionya. "Ya Sudah deh, tunggu ya! Aku mau ke kelas dulu bro."
"oke-oke…!" Raihan dan Ihsan mengangguk dan tersenyum meskipun
matanya tidak lepas membaca kisi-kisi Akuntansi itu.
Saya berlari sepanjang jalan kantin, buru-buru ingin melihat siapa yang
menelponku.
Buuukkk…!!!
Aku menabrak Friska di belokan pertama menuju lapangan. Friska sedang
memegang laptop dan kulihat laptop itu terjatuh dari tangannya.
Braakk-praakkk…!!!
Laptop itu hancur berhamburan di lantai, beberapa serpihan kaca ada yang
berhamburan keluar, kemudian tiga jenis kabel tipis mengahmbur tidak beraturan.
Astaga…!!! Ya ampun, ya ampun, ya ampun!! Apa yang telah ku lakukan?
"Aduh, Sory, Fris" saya langsung membungkuk dan mencoba
membereskan laptop pecah itu.
"Arghh….!" Friska berteriak histeris, dia kesal dan marah.
"Dasar bodoh! Kamu punya mata tidak, sih?! Dasar banteng! Main seruduk
saja!" Friska membungkuk, ,menangis, meratapi nasib laptopnya.
"Aku minta maaf, Fris." Aku kembali memungut serpihan yang
hancur, namun Friska ternyata marah besar.
Tiba-tiba Friska memandangku keras, mendorongku hingga tersungkur dua
meter darinya. "pergi-pergi, kamu dari sini!" kemudian Friska
mengambil laptop yang telah hancur itu, mengangkatnya tinggi-tinggi, dan
membantingnya di atas badanku.
Saya yang masih terbujur sakit, langsung menangkis. "maafkan saya,
Fris!" kurasakan lenganku cenat-cenut ketika menangkis laptop itu.
"maaf, maaf! Memangnya laptop saya bisa diganti dengan kata
maaf kamu? Laptop saya tuh harganya sepuluh juta, tau tidak?! Dasar
banteng.!"
Tiba-tiba, Ira-anggota pretty Women juga datang dan mencoba menenangkan
Friska.
"Kenapa Fris?kenapa?" Tanyanya mendaramatisir keadaan.
"Laptop saya, coba! Lihat ni, ada banteng main seruduk
saja!" Friska mencoba menendang lagi kaiku.
Ira menahannya. "sudah-sudah! Nendang dia tidak bakalan bikin laptop
kamu balik lagi.!"
Akhirnya Friska diam mendengar nasehat temannya itu. Meskipun aku masih
bisa melihat aura kekesalan, dendam, dan marah Friska yang ditujukan padaku.
Hembusan nafasnya hangat, penuh kebencian. Matanya pun melotot.
Saya berdiri, menepuk-nepuk debu di kemeja baruku. Keduanya kangsung
menengadah, menatapku. Maklum Friska tingginya sudah beda dua puluh senti lebih
di bawahku. Jadi aku harus menunduk dan Friska menengadah.
"Oke-oke! Aku maafin kamu sekarang. Tapi ingat! Kamu harus ganti laptop
saya, besok! Dalam bentuk laptop, bukan Uang."
"besok? Mana bisa saya cari laptop dalam sehari?!"
Dasar malas! Oke, saya ganti. Laptop saya harus kembali minggu
depan."
"Friska…??" aku menatapnya pasrah, "Aku tidak punya uang
sebanyak itu, atau cari uang banyak secepat itu."
"oke-oke-oke! Memang susah sih, kompromi sama orang miskin!
Pokoknya, saya harus punya laptop lagi pas kita masuk hari petama
semester lima. Ingat ya, hari pertama semester lima! Titik!" Friska sempat
meludah di sampingku sebelum akhirnya berbalik pergi. Dia berjalan
meninggalkanku penuh kekesalan, amarah, dan rasa dendam.
** To Be Continued **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar