Mungkin Iya, Mungkin Juga Tidak


Mungkin karena jarak telah mengajarkan apa arti meyakini dan percaya. Dan mungkin juga karena segala yang ada di antara kita mengajariku lebih banyak arti sabar dan mengalah. Saya menjadi orang yang telah terlatih menjadi kuat untuk menghadapi segala ujian yang kamu cipta di antara aku dan penantianku.

Kita pernah sama-sama meyakini bahwa bila kita bersabar dan cukup kuat menunggu maka segala mimpi yang kita karang menjadi nyata di setiap tidur, akan benar-benar menjadi nyata. Namun, apa yang terjadi? kita seperti dua orang yang salah satunya berusaha menggapai, dan yang lain berusaha melepas.

Mungkin saya sudah pada batas lelah untuk berdiri bahkan duduk maupun tidur di satu tempat hanya untuk menunggu kesabaranku berbuah manis. Sebab percuma saja, kau tidak sedang menujuku. Dan kau telah membangun istana dengan pagar beton tinggi yang menjulang hanya untuk membuatku berhenti menujumu. Lalu apa maumu? membuatku menghabiskan sisa hidupku hanya untuk buah pahit yang akan kau berikan?

Atau mungkin juga tidak.

Kita Juga Butuh "Sendiri"


Pernahkah kamu merasa capek dan kelelahan padahal sebelumnya tidak melakukan kegiatan fisik apa-apa? Lelah karena isi kepala sendiri. Iya, lelah karena memikirkan berbagai macam hal di kepala. Yang paling capek biasanya ketika selesai scroll sosmed, setelah itu jadi iri karena membandingkan hidup kita dengan orang lain. Yang paling bahaya lagi adalah ketika hal itu membuat kita inscure. Bahaya kan? Memikirkan sesuatu yang membuat kita over thinking. 

Coba deh, kasi waktu untuk diri sendiri. Bukan menyiksa diri, tetapi coba sejenak saja memberikan waktu kepada diri sendiri untuk bebas dari memikirkan bisingnya dunia luar. Mengistrahatkan otak sebentar saja. Karena kalau terus menerus overthinking, akan membuat hati tidak tenang. Bikin ambisi jadi memuncak. Bikin kepikiran ini dan itu yang selama ini belum tercapai. Kasihani diri kita juga. Sebab terlalu mengejar lalu kurang menikmati juga tidak baik. Sudah dapat yang satu, langsung ingin mendapatkan yang kedua. 

Istrahatlah dulu. Memang benar mengejar impian itu adalah hal yang baik, namun akan jadi salah ketika kita mengejar sambil menekan diri sendiri sampai lupa pada batas kemampuan.

Kita ini manusia, bukan robot. Robot pun perlu dicharge untuk sekedar mengistrahatkannya, apalagi kita. Jangan sampai iri dengan pencapaian orang lain. Sebab sesuatu yang sudah ditakdirkan akan jadi milik kita, tentu akan tetap jadi milik kita, tidak akan tertukar. 

Setelah mengistrahatkan diri, hati dan fikiran, ada baiknya tidak langsung membuat ekpektasi-ekspektasi yang terlalu tinggi. Yang biasa dan sederhana saja dulu, sebab percuma mencapai target yang diinginkan namun tidak menikmati step by stepnya. 

Lalu, setelah kita menyelesaikan tugas, pekerjaan atau apapun, coba deh, beri hadiah kepada diri sendiri. Nah, ketika menikmati hadiah tersebut, coba katakan kepada diri sendiri, "Terima kasih ya, telah berjuang sampai detik ini. Terima kasih karena telah bertahan sejauh ini". Setelah itu, tentu perasaan akan sedikit bahagia. Percaya deh.

Sendiri itu tidak selalu menjurus kepada hal yang buruk. Kadang sendiri itu dapat membuat kita lebih mengenal diri sendiri dan lebih mengetahui batas kemampuan. Kita dapat menginstrospeksi diri sendiri sambil bertanya-tanya, apa yang selama ini menjadi penyebab kita kurang bahagia?. Jika sering merenungi hal seperti itu, yakinlah, hati akan lebih tenang dan berangsur-angsur sembuh jika sebelumnya patah. 


J A R A K



"Mencintai itu susah kalau saling berjauhan, mudah bosannya. Akhirnya tertarik sama yang baru, yang bisa lansung menghibur, bisa diajak makan, jalan-jalan, ketawa bareng dan lain-lain"

Kalimat tersebut rasanya merupakan ungkapan keputus asaan. Sejatinya, mencintai dalam jauh tidak selamanya akan berakhir sengsara. Jika memang bertekad kuat, tentu setiap orang bisa melewatinya. Memang awalnya akan terasa berat. Setiap saat akan ada tuntutan dari hati untuk menerima setiap godaan yang datang. Sebab memang, yang tadinya terbiasa bersama, akan kalang kabut ketika berjarak. 

Itu tergantung prinsip. Sejauh mana prinsip dalam hidupmu mengartikan jarak. Jika lemah, tak berjarakpun akan menjadi bencana. Setidaknya berprasangka baiklah terlebih dahulu sebelum mengkahiri semuanya. 

Jarak bukanlah alasan untuk meninggalkan. Jarak adalah proses pendewasaan. Apakah kita mampu menjaga kepercayaan. Menyingkirkan segala godaan. Melawan segala kerikil-kerikil kecil yang membuat jalan ke depannya sedikit mengganggu. 

Percayalah, setiap waktu yang dilalui dengan rasa kepercayaan, membuat jarak menjadi hal menyenangkan. Kuncinya adalah kesabaran dan rasa saling memiliki yang besar. Jika dua hal ini dapat hadir dalam setiap langkah kita, akan ada jaminan sebuah kebahagiaan dengan jarak. 

Lagi pula, bagaimana mungkin tercipta rindu jika tak ada jarak? Kalau sudah berbicara tentang rindu, maka sang penjajal jaraklah yang jadi ahlinya. Bagaimana tidak, temu yang tertahan membuat rasa semakin bertahan. Tidak jarang jarak menjadi kesempatan untuk mendoakan lebih intim lagi. 

 

MIN 1 POHUWATO, Sekolah Baru, Suasana Baru

 


Awal januari merupakan waktu suka cita hampir semua orang. Ada banyak hal yang membuat bahagia di awal tahun seperti ini. Biasanya karena spirit awal tahun yang merasuk ke dalam jiwa. Rasanya, tahun baru serta awal bulan seperti ini, memang seharusnya kita sambut dengan begitu semangat.

Sayapun demikian. Di awal januari, saya merasakan tambahan semangat. Setelah 3 semester mengajar di MAN Insan cendekia Gorontal0 (MAN ICG), akhirnya di awal bulan ini, tepatnya di tanggal 4, saya memulai pengalaman baru. Setelah diterima sebagai ASN di wilayah Kementerian Agama, saya kebagian tugas di MIN 1 Pohuwato Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. 

Banyak yang bilang kalau saya mengalami penurunan. Sebab sebelumnya mengajar di tingkatan Aliyah/SMA lalu turun ke Ibtidaiyyah/SD. Apalagi MAN ICG tergolong sekolah bertaraf internasional yang muridnya berasal dari seluruh wilayah indonesia. Sementara tempat baru sekarang ini berada di sebuah kampung yang kalau dibandingkan dengan ICG, sangat jauh perbandingannya.

Mungkin benar, dari standar sekolah saya mengalami kemunduran. Namun saya selalu meyakini bahwa setiap tempat selalu ada keutamaan tersendiri. Ini bukan soal tempat kita berada. Namun ini tentang kita. Sejauh mana kita bisa berguna dan berkembang di manapun ditempatkan. 

MIN 1 Pohuwato memang terletak di sebuah kampung yang begitu jauh dari pusat kota Gorontalo. Perlu sekitar 4 sampai 5 jam untuk bisa sampai di sana lewat jalur darat. Namun, seperti yanag saya katakan tadi, ini bukan tentang tempat. saya selalu bilang, bahwa emas itu di manapun berada, namanya tetap emas. Terjatuh dalam limbah yang kotor atau bahkan dalam emperan sawah sekalipun, namanya tetap emas yang nilai jualnya begitu tinggi. 

Saya tidak mengaku seperti emas. Namun, sebaik apapun tempat kita sekarang, jika kita tetap tidak berguna dan tidak ingin berkembang, tentu saja akan menjadi buruk bagi kita. Jadi, selamat berjuang dan berkembang di manapun kita berada. 

"MENGAJAR", Apa Sebenarnya Yang Dicari?


Desember tahun 2014 adalah waktu terbahagia yang pernah kulalui. Berhasil menyelesaikan studi sarjana di jurusan Pendidikan Bahasa Arab merupakan salah satu pencapaian hebat. Namun, setelah hari itu, semuanya terasa semakin berat. Berusaha menjadi seorang yang berguna di mata keluarga adalah beban terberat. Syukurlah, pesantren yang dulunya tempat saya belajar bersedia menampung. Menjadi seorang pengajar memang merupakan salah satu prospek dari jurusanku sewaktu kuliah. 

Tahun pertama mengajar
Ketika itu saya begitu menikmati menjadi seorang pendidik. Semua hal-hal kecil selalu saya perhatikan. Berpakaian rapi, datang tepat waktu dan selalu tersenyum kepada para murid. Mengajar merupakan hal yang begitu saya senangi waktu itu. Saya selalu berusaha menjadi guru favorit bagi para murid. berbagai metode yang dulunya saya pelajari di kampus, sedikit demi sedikit saya terapkan. Tidak jarang, para murid kelihatan sangat menikmati. 

Tahun kedua.
Tahun ini saya masih sangat antusias dengan proses belajar mengajar. Saya mulai mengembangkan beberapa metode pembelajaran, menggunakan media-media teknologi serta menyelipkan beberapa lelucon di sela-sela mengajar. Maklum, yang saya ajar waktu itu adalah murid-murid kelas 7 dan 8 tsanawiyah atau setingkat dengan SMP. 

Tahun ketiga
Hobi dan kesenangan-kesenangan lainnya mulai kembali saya geluti. Yah, hitung-hitung sebagai penghilang stres. Jadi paginya mengajar lalu sore atau malam harinya melakukan hobi. Saat itu saya masih bisa menyeimbangkan antara hobi dan pekerjaan. Memang terasa nikmat ketika bisa mengatur waktu. 

Tahun keempat
Nah, di sini adalah cobaan terbesar saya sebagai seorang pengajar. Di tahun ini, saya bukan hanya sebagai seorang guru, namun diamanahkan sebuah jabatan yang begitu penting. Di saat yang bersamaan hobi yang kegeluti selama ini begitu menyenangkan. Dengan waktu yang begitu padat dalam pekerjaan serta antusias hobi yang begitu sangat menggoda membuat saya kelabakan. Saya selalu merasa ingin melakukan keduanya dengan maksimal. 

Tahun kelima
Tahun yang begitu berat menurutku sebagai seorang pengajar. Dengan jabatan yang memiliki tugas begitu penting, serta memiliki kelas yang banyak, membuat saya sempat kocar-kacir. Kadang ada tugas yang terbengkalai karena pada waktu yang bersamaan tuntutan hobi yang kujalani juga semakin mendesak. Yah, saya sadar bahwa jangan sampai hobi menganggu pekerjaan. Namun, entah karena pada saat itu saya masih sangat muda dan begitu terpikat dengan sebuah hobi, sehingga menganggu tugas utama saya sebagai pengajar. Walhasil, saya melepas jabatan penting itu. Lalu mulai menimbang-nimbang tentang ke depannya. Akhirnya pertengahan 2019, saya berniat hijrah ke kota lain. Sebab menurutku, semakin berada dalam zona nyaman, maka semakin lemah mental saya ke depannya. Semakin kurang tekanan dalam hidup ini. 

Alhamdulillah saya diterima di sekolah yang begitu terkenal dan begitu disiplin. MAN INSAN CENDEKIA Gorontalo merupakan sebuah sekolah yang sejak kuliah saya sudah amati dan berniat untuk bergabung di sana. Saat itu saya sangat bersyukur sekaligus bersedih, sebab akan meninggalkan kota kelahiran, tidak tinggal bersama keluarga dan hidup sendiri di kota lain. 

Namun, kekhawatiran saya tidak seperti yang saya bayangkan. berada dalam wilayah baru dengan kenalan dan rekan kerja yang baru juga tidak begitu buruk. Alhasil, saya begitu menikmati menjadi pengajar di sekolah ini. Siswa-siswa yang begitu bisa diandalkan, fasilitas serta gedung-gedung sekolah yang begitu mewah serta gaji yang lumayan besar membuat saya betah. 

Selama setahun saya menjalaninya, membuat saya semakin bahagia dan menikmati perjalanan ini. Saya kembali menemukan kekuatan untuk menjadi seorang guru yang hebat. Tidak muluk-muluk, saya hanya ingin menjadi guru yang ketika mengajar semua murid di kelas berbahagia. 

Akhirnya, ketika ada kesempatan untuk mendaftar menjadi seorang pegawai negeri, saya juga ikut mendaftar dan singkat cerita dengan waktu dan pengorbanan yang tidak sedikit, saya lulus dan resmi menjadi abdi negara di sebuah madrasah ibtidaiyyah di Kabupaten Pohuwato Gorontalo.