Adeknya Abang !


Tidak bisa dipungkiri, menjadi seorang kakak yang dapat bertanggung jawab penuh terhadap adik-adiknya itu sangatlah susah. Bukan susah karena tak dapat melakukannya, tetapi susah untuk istiqamah melakukannya. Karena tentunya ada yang membolak-balikkan hati. Ketika seorang adik melakukan suatu kesalahan kepada kakaknya, tentu sang kakak akan marah lalu tidak memperdulikannya untuk sementara waktu, dan itu manusiawi. Begitu juga dengan kakak yang melakukan sebuah kesalahan kepada adiknya, adik akan marah besar, bahkan memaki-maki sang kakak yang terus meminta maaf. Sekali lagi, itu manusiawi. Selama kita sadar ada yang mebolak-balikkan hati, tentunya rasa marah tadi perlahan-lahan akan lenyap dengan sendiri, bahkan tanpa meminta maaf sekalipun. Intinya adik akan selalu sayang dengan kakaknya dan kakak akan selalu melindungi, membela dan membahagiakan adiknya. 

Saya tidak sedang membicarakan tentang adik dan kakak kandung. Ini terlebih kepada seorang kakak yang punya seorang adek bukan karena hubungan darah, tetapi karena sebuah ikatan yang disebut "care". Yah, walaupun cuma saya yang care, dia tidak. Hehe. 

Beberapa bulan lalu, saya punya seorang adek yang kuangkat lewat ikatan yang tadi. Adek yang manis, cantik, dan bisa dibanggakan lah. Bukannya saya tidak bersyukur karena telah dikarunai dua adik kandung yang memiliki hubungan darah denganku, tetapi lebih kepada hasrat seorang kakak yang ingin membuat bahagia lebih banyak adek adek lagi. 

Kembali ke adek tadi. Awalnya lucu juga, bukan bermaksud modusin dia, tetapi saya senang melihat dia. Senang kepoin dia, bercandain dia, ngelucu di depannya, walaupun kayaknya awalnya dia menganggap itu modus. hehe, whatever lah, modus dan tulus ibarat kita naroh benang putih di atas lantai berwarna putih, hampir tak ada bedanya.

Hari-hari kami lalui sebagai kakak adek itu lumayan seru. (yah, walaupun dia mungkin menganggap kurang seru, hehe). pertanyaan demi pertanyaan kuajukan, mulai dari yang tidak penting sama sekali seperti, "warna tali sepatunya apa?" sampai pertanyaan yang sangat serius seperti, "hari ini sudah belajar? besok ulangan loh?". Pertanyaan-pertanyaan itu memberikan efek positif, lama kelamaan saya sudah dipanggil Abang, walau kedengarannya ngilu, tapi yah, itu penghargaan. Syukron alaa Dzaalik. 

Yah, memiliki seorang adek seperti dia, serasa punya kehidupan baru yang lebih menyenangkan lagi. Serasa hidup di bahagian kehidupan lain, bahkan serasa hidup di surga, (berlebihan yah). Saya selalu mau buat dia tertawa, selalu mau buat dia mengadu ketika punya keluhan, selalu mau buat dia minta ketika dia butuh dan selalu mau buat dia yakin, kalau Abang tidak hanya ada di sampingnya, Abang juga ada di atas, bawah, depan dan belakang. 

Dan, hari ini, saya membuatnya sedih. Sungguh, menjadi masalah terbesar ketika seorang kakak membuat adiknya sedih karena berbuat salah. Tidak usah saya jelaskan ribetnya menjadi seorang kakak yang harus terlihat tegar di depan adiknya. Karena, bagaimana mungkin adik itu akan menjadi tegar dalam hidupnya ketika kakaknya tidak terlihat tegar? seorang kakak akan senang sekali mendengarkan sebuah curahan hati dari seorang adik, baik itu mengenai problem, cinta, rasa kesal dan lain-lain. Dan sebaliknya, seorang kakak, akan sangat tidak sanggup menceritakan keluhan, rasa kesal, bahkan masalah terbesarnya di depan adiknya. Kenapa? Karena, dia sayang dan tak mau sang Adik ikut sedih dengan itu.

Malam ini, di depan laptop yang membuatku bisa sarjana ini, di bawah lantunan lagu Don't Let Me Down by The Chainsmokers. Sengaja Abang buatkan postingan ini, untuk mewakili permohonan maaf atas kesalahan yang tidak perlu dijelaskan, serta terima kasih sudah menjadi adek yang manis, lucu, perhatian, tegar dan baik. Tetap jadi seperti itu. Walau apapun yang terjadi, Abang akan selalu berusaha jadi yang baik sekalipun  bukan yang terbaik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar